Waktu masih berstatus mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Andalas, saya gemar mempelajari perang ekonomi antara negara utara dengan negara selatan. Negara utara maksudnya Eropa, amerika serikat, yang letak geografisnya ada di utara. Sedangkan negara selatan itu China, Indonesia, Brazil, yang letaknya ada di selatan.
Meskipun Kolonialisme dan Perang Dunia sudah selesai. Negara utara dan negara selatan sebenarnya kerap terlibat perang dagang. Perang dagang ini semacam, apa yang menjadi komoditas ekspor negara selatan, selalu di serang oleh negara utara. Cara menyerangnya itu bisa dari berbagai bentuk tindakan. Bisa lewat aturan, bisa lewat himbauan, dan parahnya lagi bisa lewat dark campaign.
Dark Campaign (buat yang belum paham) adalah bentuk kampanye tentang suatu produk. Namun yang ditampilkan bukan produknya, tapi yang ditampilkan adalah kecemasan jika tidak menggunakan produknya. Kecemasan ini terus dibangun supaya perhatian konsumen menjadi teralihkan.
Tanpa kita sadari seringkali negara utara menggunakan metode dark campaign untuk menyerang komoditas ekspor negara selatan. Tak terkecuali Indonesia. Wah dibanding negara lain, Indonesia mungkin sudah kenyang menjadi medan perang bagi dark campaign. Bahkan hingga sekarang.
Contoh kasusnya, tidak banyak yang tau kalau Mandar Sulawesi Selatan, dulunya dijuluki sebagai Pulau sejuta emas hijau. Sekitar tahun 60’an disana terhampar ratusan hektar pohon kelapa. Kopra adalah komoditas utama masyarakat Mandar dan bahkan Indonesia. Hingga akhirnya surga hijau itu ambruk seiring harga kopra dunia yang anjlok. Harga kopra anjlok bukan tanpa alasan, pada waktu itu Amerika Serikat gencar mengkampanyekan minyak goreng sehat dari kedelai. Amerika serikat menakut-nakuti dunia akan bahaya penggunaan minyak kelapa, dan akhirnya mereka menawarkan komoditas mereka sendiri, Minyak kedelai sebagai solusi.
Contoh kedua, Garam. Tahun 90an Indonesia sempat menjadi salah satu negara pengekspor garam terbesar ke seluruh dunia. Namun sejak Akzo Nobel (Perusahaan dari Belanda) getol mengkampanyekan “Garam Yodium” yang mana lebih sehat. Banyak perusahaan garam asal indonesia yang gulung tikar. Akhirnya sekarang, industri garam indonesia bisa dibilang hidup segan mati tak mau. Dan tidak jadi barang kebanggaan nasional.
Masih kurang contoh? Oke contoh ketiga. Rokok. Ini contoh yang paling dramatis. Industri rokok indonesia itu luar biasa makmur. Namun karena prospek bisnis dan kemakmuran inilah lagi-lagi indonesia jadi target serangan dark campaign orang-orang utara.
Hal ini bermula saat industri farmasi di Amerika serikat terlibat persaingan sengit dengan industri rokok. Persaingan ini terkait penguasaan nikotin sebagai produk utama pembuatan Nicotine Replacement Therapy (NRT). Akhirnya Industri farmasi menang dan membuat industri rokok amerika serikat harus mencari medan perang baru. Sasarannya, Indonesia.
Melalui berbagai manuver dark campaign, baik lewat isu kesehatan, regulasi, dll industri rokok putih amerika masuk ke indonesia dengan mulus. Mereka punya slogan “Low Tar Low Nicotine”, yang pasti nya menjadi senjata efektif untuk menyerang Kretek. Hasilnya? Sampoerna Tumbang. Tapi bukannya mundur, philip morris (Produsen rokok amerika) datang mengambil alih kepemilikan sampoerna. Bukan main.
Sekarang bisa dibilang Produsen rokok besar indonesia yang masih berdiri tegak hanya Djarum dan Gudang Garam. Entah sampai kapan Duo Produsen ini akan survive ditengah gempuran dark campaign dari Negara Utara, desakan isu kesehatan, dan ketidakpekaan pemerintah memprokteksi komoditas nasionalnya.
Perang tetap berlanjut, Dark Campaign akan terus ada. Negara Selatan seperti Indonesia akan terus digempur hingga tak punya apa-apa lagi untuk dijual. Sehingga akan menjadi negara konsumtif yang mengimpor apapun yang dicekoki oleh Negara Utara.
Fa’tabiru yaa ulil abshar, la’alakum tattakuun. (brf)